Senin, 10 Februari 2014

Anoman




ANOMAN / HANOMAN berwujud kera putih, tetapi dapat berbicara dan beradat-istiadat seperti manusia. Ia juga dikenal dengan nama ; Anjaniputra (putra Dewi Anjani), Bayudara (putra Bathara Bayu), Bayusiwi, Guruputra (putra Bathara Guru), Handayapati (mempunyai kekuatan yang sangat besar), Yudawisma (panglima perang), Haruta (angin), Maruti, Palwagaseta (kera putih), Prabancana, Ramandayapati (putra angkat Sri Rama), Senggana (panglima perang), Suwiyuswa (panjang usia) dan Mayangkara (roh suci, gelar setelah menjadi pendeta di Kendalisada).
Anoman adalah putra Bathara Guru dengan Dewi Anjani, putri sulung Resi Gotama dengan Dewi Windradi dari pertapaan Erriya/Grastina. Anoman merupakan makluk kekasih dewata. Ia mendapat anugerah Cupumanik Astagina, juga ditakdirkan berumur panjang, hidup dari jaman Ramayana sampai jaman Mahabharata, bahkan sampai awal/memasuki jaman Madya. Anoman memiliki beberapa kesaktian. Ia dapat bertiwikrama, memiliki Aji Sepiangin (dari Bathara Bayu), Aji Pameling (dari Bathara Wisnu), dan Aji Mundri (dari Resi Subali). Tata pakaiannya yang melambangkan kebesaran, antara lain ; Pupuk Jarotasem Ngrawit, Gelung Minangkara, Kelat bahu Sigar Blibar, Kampuh/Kain Poleng berwarna hitam, merah dan putih, Gelang/Binggel Candramurti dan Ikat Pinggang Akar Mimang. Anoman tiga kali menikah. Pertama dengan Dewi Urangrayung, putri Begawan Minalodra dari Kandabumi. berputra Trigangga/Triyangga, berujud kera putih. Istri kedua bernama Dewi Sayempraba, putri raksasa Wisakarma dari Gowawindu, tidak mempunyai anak. Anoman kemudian menikah dengan Dewi Purwati, putri Resi Purwapada dari pertapaan Andonsumawi, berputra Purwaganti. Anoman mempunyai perwatakan ; pemberani, sopan-santun, tahu harga diri. setia. prajurit ulung, waspada, pandai berlagu, rendah hati, teguh dalam pendirian, kuat dan tabah. Ia mati moksa, raga dan sukmanya lenyap di pertapaan Kendalisada.

Arjuna

ARJUNA adalah putra Prabu Pandu Dewanata, raja negara Astinapura dengan Dewi Kunti/Dewi Prita  putri Prabu Basukunti, raja negara Mandura.
Ia merupakan anak ke-tiga dari lima bersaudara satu ayah, yang dikenal dengan nama Pandawa. Dua saudara satu ibu adalah Puntadewa dan Bima/Werkudara. Sedangkan dua saudara lain ibu, putra Pandu dengan Dewi Madrim adalah Nakula dan Sadewa.
Arjuna seorang satria yang gemar berkelana, bertapa dan berguru menuntut ilmu. Selain menjadi murid Resi Drona di Padepokan Sukalima, ia juga menjadi murid Resi Padmanaba dari Pertapaan Untarayana. Arjuna pernah menjadi Pandita di Goa Mintaraga, bergelar Bagawan Ciptaning. Ia dijadikan jago kadewatan membinasakan Prabu Niwatakawaca, raja
raksasa dari negara Manimantaka. Atas jasanya itu, Arjuna dinobatkan sebagai raja di Kahyangan Kaindran bergelar Prabu Karitin. dan mendapat anugrah pusaka-pusaka sakti dari para dewa, antara lain ; Gendewa (dari Bathara Indra), Panah Ardadadali (dari Bathara Kuwera), Panah Cundamanik (dari Bathara Narada).
Arjuna juga memiliki pusaka-pusaka sakti lainnya, antara lain ; Keris Kyai Kalanadah, Panah Sangkali (dari Resi Durna), Panah Candranila, Panah Sirsha, Keris Kyai Sarotama, Keris Kyai Baruna, Keris Pulanggeni (diberikan pada Abimanyu), Terompet Dewanata, Cupu berisi minyak Jayengkaton (pemberian Bagawan Wilawuk dari pertapaan Pringcendani) dan Kuda Ciptawilaha dengan Cambuk Kyai Pamuk. Sedangkan ajian yang dimiliki Arjuna antara lain ; Panglimunan, Tunggengmaya, Sepiangin, Mayabumi, Pengasih dan Asmaragama
Arjuna mempunyai 15 orang istri dan 14 orang anak.
Adapun istri dan anak-anaknya adalah :
1. Dewi Sumbadra , berputra Raden Abimanyu.
2. Dewi Larasati , berputra Raden Sumitra dan Bratalaras.
3. Dewi Srikandi
4. Dewi Ulupi/Palupi , berputra Bambang Irawan
5. Dewi Jimambang , berputra Kumaladewa dan Kumalasakti
6. Dewi Ratri , berputra Bambang Wijanarka
7. Dewi Dresanala , berputra Raden Wisanggeni
8. Dewi Wilutama , berputra Bambang Wilugangga
9. Dewi Manuhara , berputra Endang Pregiwa dan Endang Pregiwati
10. Dewi Supraba , berputra Raden Prabakusuma
11. Dewi Antakawulan , berputra Bambang Antakadewa
12. Dewi Maeswara
13. Dewi Retno Kasimpar
14. Dewi Juwitaningrat , berputra Bambang Sumbada
15. Dewi Dyah Sarimaya.
Arjuna juga memiliki pakaian yang melambangkan kebesaran, yaitu ; Kampuh/Kain Limarsawo, Ikat Pinggang Limarkatanggi, Gelung Minangkara, Kalung Candrakanta dan Cincin Mustika Ampal (dahulunya milik Prabu Ekalaya, raja negara Paranggelung). Ia juga banyak memiliki nama dan nama julukan, antara lain ; Parta (pahlawan perang), Janaka (memiliki banyak istri), Pemadi (tampan), Dananjaya, Kumbang ali-ali, Ciptaning Mintaraga (pendeta suci), Pandusiwi, Indratanaya (putra Bathara Indra), Jahnawi (gesit trengginas), Palguna, Danasmara (perayu ulung) dan Margana (suka menolong).
Arjuna memiliki sifat perwatakan ; Cerdik pandai, pendiam, teliti, sopan-santun, berani dan suka melindungi yang lemah. Ia memimpin Kadipaten Madukara, dalam wilayah negara Amarta. Setelah perang Bharatayuda, Arjuna menjadi raja di Negara Banakeling, bekas kerajaan Jayadrata. Akhir riwayat Arjuna diceritakan, ia muksa (mati sempurna) bersama ke-empat saudaranya yang lain.

Abimanyu

Abimanyu terdiri dari dua kata Sanskerta, yaitu abhi (berani) dan man'yu (tabiat). Dalam bahasa Sanskerta, kata Abhiman'yu berarti "ia yang memiliki sifat tak kenal takut" atau "yang bersifat kepahlawanan".

Saat belum lahir karena berada dalam rahim ibunya, Abimanyu mempelajari pengetahuan tentang memasuki formasi mematikan yang sulit ditembus bernama Chakrawyuha dari Arjuna. Mahabharata menjelaskan bahwa dari dalam rahim, ia menguping pembicaraan Kresna yang sedang membahas hal tersebut dengan ibunya, Subadra. Kresna berbicara mengenai cara memasuki Chakrawyuha dan kemudian Subadra tertidur, maka sang bayi tidak memiliki kesempatan untuk tahu bagaimana cara meloloskan diri dari formasi itu.
Abimanyu menghabiskan masa kecilnya di Dwaraka, kota tempat tinggal ibunya. Ia dilatih oleh ayahnya yang bernama Arjuna yang merupakan seorang kesatria besar dan diasuh di bawah bimbingan Kresna. Ayahnya menikahkan Abimanyu dengan Uttara, putri Raja Wirata, untuk mempererat hubungan antara Pandawa dengan keluarga Raja Wirata, saat pertempuran Bharatayuddha yang akan datang. Pandawa menyamar untuk menuntaskan masa pembuangannnya tanpa diketahui di kerajaan Raja Wirata, yaitu Matsya.
Sebagai cucu Dewa Indra, dewa senjata ajaib sekaligus dewa peperangan, Abimanyu merupakan ksatria yang gagah berani dan ganas. Karena dianggap setara dengan kemampuan ayahnya, Abimanyu mampu melawan kesatria-kesatria besar seperti Drona, Karna, Duryodana dan Dursasana. Ia dipuji karena keberaniannya dan memiliki rasa setia yang tinggi terhadap ayah, paman, dan sekutunya.

Pada pertempuran di hari ketiga belas, pihak Korawa menantang Pandawa untuk mematahkan formasi perang melingkar yang dikenal sebagai Cakrawyuha. Para Pandawa menerima tantangan tersebut karena Kresna dan Arjuna tahu bagaimana cara mematahkan berbagai formasi. Pada hari itu, Kresna dan Arjuna sibuk bertarung dengan Raja Trigarta dan laskar Samsaptaka. Karena Pandawa sudah menerima tantangan tersebut, mereka tidak memiliki pilihan selain mencoba untuk menggunakan Abimanyu yang masih muda, yang memiliki pengetahuan tentang bagaimana cara mematahkan formasi Cakrawyuha namun tidak tahu bagaimana cara keluar dari dalamnya. Untuk meyakinkan bahwa Abimanyu tidak akan terperangkap dalam formasi tersebut, Pandawa bersaudara memutuskan bahwa mereka dan sekutu mereka akan mematahkan formasi itu bersama Abimanyu dan membantu sang pemuda keluar dari formasi tersebut.
Abimanyu menggunakan kecerdikannya untuk menembus formasi tersebut. Pandawa bersaudara dan sekutunya mencoba untuk mengikutinya, namun mereka dihadang oleh Jayadrata, Raja Sindhu, yang memakai anugerah Siwa agar mampu menahan para Pandawa—kecuali Arjuna—hanya untuk satu hari. Setelah tertinggal, Abimanyu berjuang sendirian dalam menghadapi serangan pasukan Korawa. Abimanyu membunuh beberapa kesatria yang mendekatinya, termasuk putera Duryodana, yaitu Laksmana. Setelah menyaksikan putra kesayangannya terbunuh, Duryodana marah besar dan menyuruh segenap pasukan Korawa untuk menyerang Abimanyu. Karena gagal menghancurkan zirah Abimanyu, Karna menghancurkan busur Abimanyu dari belakang. Kemudian keretanya dihancurkan, kusir dan kudanya dibunuh, dan seluruh senjatanya terbuang. Putra Dursasana mencoba untuk melawan Abimanyu dengan tangan kosong. Tanpa menghiraukan aturan perang, pihak Korawa menyerang Abimanyu secara serentak. Abimanyu mampu bertahan sampai pedangnya patah dan roda kereta yang ia pakai sebagai perisai hancur berkeping-keping. Tak berapa lama kemudian, Abimanyu dibunuh oleh putra Dursasana dengan cara menghancurkan kepalanya dengan gada.

Berita kematian Abimanyu membuat Arjuna sangat sedih dan sakit hati. Ia sadar, bahwa seandainya Jayadrata tidak menghalangai para Pandawa memasuki formasi Chakrawyuha, Abimanyu pasti mendapat bantuan. Ia kemudian bersumpah akan membunuh Jayadrata pada hari berikutnya sebelum matahari tenggelam, kalau gagal maka Arjuna siap membakar dirinya sendiri hidup-hidup. Menanggapi hal itu, pihak Korawa menempatkan Jayadrata sangat jauh dari Arjuna. Ribuan prajurit dan ksatria mengelilingi dan melindungi Jayadrata. Arjuna berusaha menjangkau Jayadrata, namun ribuan pasukan Korawa mengahalanginya. Hingga matahari hampir terbenam, Jayadrata masih jauh dari jangkauan Arjuna. Melihat hal ini, Kresna menggunakan kecerdikannya. Ia membuat gerhana matahari, sehingga suasana menjadi gelap seolah-olah matahari sudah tenggelam. Pihak Korawa maupun Pandawa mengira hari sudah malam, dan sesuai aturan, mereka menghentikan peperangan dan kembali ke kubu masing-masing. Dengan demikian, pihak Korawa tidak melanjutkan pertarungan dan Jayadrata tidak dalam perlindungan mereka lagi. Saat kereta Arjuna dekat dengan kereta Jayadrata, matahari muncul lagi dan Kresna menyuruh Arjuna agar menggunakan kesempatan tersebut untuk membunuh Jayadrata. Arjuna mengangkat busurnya dan meluncurkan panah, memutus leher Jayadrata. Tepat pada saat tersebut, hari sudah sore, matahari sudah tenggelam dan Arjuna berhasil menuntaskan sumpahnya untuk membunuh Jayadrata

.

Wahyu Makuto Rama

Prabu Suyudana mengutus Adipati Karna, Patih Sengkuni dan para Kurawa pergi ke Gunung Kutarunggu atau Pertapaan Swelagiri, karena dewa memberikan penjelasan bahwa barang siapa memiliki makuta Sri Batararama akan menjadi sakti, serta akan menurunkan raja-raja di Tanah Jawa.
Dalam perjalanannya Adipati Karna pergi ke Pertapaan Duryapura Dimana Anoman, saudaranya Kesaswasidi bertempat di situ yang ditemani raksasa Gajah. Wreksa, Garuda Mahambira, Naga Kuwara dan Liman Situbanda. Karma mengutarakan maksudnya tetapi di tolak Anoman sehingga terjadi peperangan. Karena terdesak Karna melepaskan panah Wijayadanu tetapi dapat ditangkap Anoman dan dibawa ke Swelagiri.
Pihak Pandawa sang Arjuna juga mencari Makutarama, ia dating di Gunung Swelagiri bertemu dengan Kesaswidi menerangkan maksudnya dan oleh sang Begawan dijelaskan bahwa Makutarama itu sebenarnya bukan barang kebendaan, tetapi merupakan pengetahuan budi pekerti bagi raja yang sempurna atau ajaran yang disebut Astabrata. Lebih jauh Begawan Kesaswidi menjelaskan bahwa kelak cucunya yang bernama Parikesit akan berkuasa sebagai raja besar di Jawa dan ia akan menjelma kepadanya. Sedangkan Anoman diperintah untuk meneruskan bertapa di Kendalisada dan kelak pada pemerintahan Prabu Jaya Purusa dari kediri ia akan naik surga.
Arjuna kembali dengan membawa panah Wijayadanu untuk diserahkan Adipati Karna.
Dewi Subadra yang sangat khawatir kepergian suaminya lalu mengembara mencari Arjuna, dan diperjalanan bertemu Batara Narada yang memberikan busana pria, maka Dewi Subadra berubah ujud pria bernama Bambang Sintawaka kemudian ia pergi ke pesanggrahan Kurawa dan sanggup membantu melawan Ajuna.
Bima dan Gatotkaca juga mencari Ajuna di perjalanan mereka dihadang Kumbakarna. Menurut nasihat Wibisana Kumbakarna harus menjelma pada Bima maka terjadi perkelahian yang seharusnya Kumbakarna merasuk pada paha kiri Bima.
Kurawa yang dibantu Sintawaka menentang Arjuna dan peperangan terjadi. Arjuna dapat mengenali musuhnya itu adalah istrinya dan akhirnya kembali ke ujud semula, Dewi Subadra. Para Kurawa menyerang tetapi dapat dihalau Gatotkaca.
Lakon ini termasuk lakon pakem yang sangat popular dan sering dipentaskan.

Kebiasaan Makan Di Pesawat

Kebiasaan makan dipesawat terbang …….
Bila selesai makan, garpu dan sendok :
1. disilangkan = penumpang dari Amerika
2. sejajar = penumpang dari benua Eropa
3. Sejajar diluar piring = penumpang dari Jepang
4. hilang = penumpang dari Indonesia

Simbah Rodo Pikun

Sore-sore Wonokairun nangis gerung-gerung ndhik pinggir embong ambek
napuki sirahe.
Gak sui Bunali liwat, begitu ndhelok onok wong tuwek nangis langsung mandhek nakoni.
“Mbah, laopo sampeyan nangis ndhik pinggir embong ?” takok Bunali.
“Aku ndhuwe bojo anyar ndhik omah, sik tas ae tak rabi, umure 20 taun, sik enom, ayu, semlohe.” jare Wonokairun ambek nangis.
“Lho lak enak se sampeyan, laopo kok nangis lho ?.” Bunali mulai bingung.
“Ngene lho cak, wis ayu, bojoku iku yo pinter masak. Opo ae kari njaluk, jangan
asem, rawon, brengkes, sembarang sing enak-enak pokoke. ” jare Wonokairun.
“Lha kurang opo maneh sampeyan Mbah. Ngono kok sik mewek ae. ” Bunali
tambah bingung.
“Mari ngono yo, bojoku iku setia pol ambek aku. Lek onok sing nggudho langsung dikandhakno aku. ” jare Wonokairun maneh.
“Lek ngono ceritane, lha terus opoko sampeyan kok nangis gerung-gerung gak mari-mari ?” Bunali wis gak sabar meneh.
“Masalae aku lali ndhik endhi omahku ….”

Tuku Nyang Minimarket

Kirun lagi blonjo ndhik minimarket cedhak omahe.
Sing dituku tibake daging kalengan gawe pakane kucing.
Pas katene mbayar, Kirun ditakoni kasire.
“Mbah, lek sampeyan katene tuku pakan kucing iki, sampeyan kudhu mbuktekno lek sampeyan iku ndhuwe kucing.
Aku khawatir lek tibake pakan kucing iki sampeyan emplok dhewe. ” jare Bunali, kasire.
Kirun gak protes, mulih diluk, mbalike nggendhong kucing dipamerno ndhik Bunali.
“Iki kucingku ” jare Kirun ambek mbayar daging kalengan gawe kucinge.
Sisuke Kirun teko maneh ndhik minimarket, saiki tuku biskuit balung
pakane asu.
Pas katene mbayar, ditakoni maneh ambek Bunali.
“Mbah, sampeyan ndhuwe asu tah ?. Aku khawatir lek tibake pakan asu iki sampeyan emplok dhewe.” jare Bunali, kasire.
Kirun gak protes, mulih diluk, mbalike nuntun asu dipamerno ndhik Bunali.
“Iki asuku ” jare Kirun ambek mbayar biskuit balung gawe asune.
Sisuke Kirun teko maneh ndhik minimarket, saiki nenteng kardus bekase indomi sing pinggire dibolongi sak driji.
“Mbah, sampeyan katene tuku pakane ulo tah ? ” jare Bunali.
“Iki isine dhudhuk ulo. Cobaken tanganmu lebokno kene lek pingin ngerasakno.
Wis tah tak jamin gak bakal nyatek. ” jare Kirun.
Pertama Bunali rodhok wedhi, tapi mari dibujuk Kirun akhire Bunali kendhel. Drijine dilebokno ndhik bolongane kerdus.
Tibake njerone onok gembuk-gembuke. Pas drijine ditarik maneh, ambune malih gak whuenak.
Bunali misuh-misuh gak karuan, “Damput, ancene wong dhobhol, lha laopo aku sampeyan kongkon ndhemok tembelek.”
“Saiki, oleh tah aku tuku tisu kamar mandi ?”.